Breaking News

Post Top Ad

Your Ad Spot

8/06/2020

Aksi Demo Penolakan Pembangunan Sarpras atau Geopark di Pulau Rinca


Manggarai NTT, Jendelaindo - Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat,melakukan aksi damai pada Kamis (6/8/20) untuk menolak pembangunan Sarana dan Prasarana Wisata Alam oleh Kementrian PUPR di kawasan Loh Buaya Pulau Rinca. 

Masa yang memulai aksi dari patung Komodo kota Labuan Bajo yang akan langsung bergerak menuju Kantor DPRD Manggarai Barat.

Dengan menggunakan kendaraan roda empat dan dua ,yang di lengkapi dengan alat pengeras suara dan spanduk yang bertuliskan penolakan.Sepanjang perjalanan Aloysius Suhartim Karya tidak berhentinya menyorakan,aspirasinya.

Dalam perjalanan menuju Kantor DPRD Manggarai Barat,masa berhenti di depan Kantor BOPLF menyampaikan bahwa,Badan Otorita Pariwisata yang di pimpin oleh Syahna Fatina adalah bukti kongkrit dari kolonialisasi masyarakat,Kab Manggarai Barat dan masyarakat Flores.


" Kita harus berhati-hati saudara,BOPLF telah mengkapling-kapling aset Pemerintah kedepannya,apa yang di sampaikan Syahna Fatina berbahaya dan ini adalah penipuan", tegas Aloysius dalam orasinya.

Setelah menyampaikan orasi di depan kantor BOPLF masa langsung bergerak menuju ke kantor DPRD MABAR, dengan pengawalan ketat dari pihak keamanan Polres MABAR.

Masa di kantor DPRD di terima secara baik,dan dipersilahkan untuk melakukan pertemuan di ruang Sidang DPRD.

Aloysius Suhartim Karya,Ketua FORMAPP di Ruang Sidang DPRD Kab.Manggarai Barat menyampaikan mereka yang hadir di ruang Sidang ini adalah orang-orang yang sebagai garda terdepan,yang bekerja memajukan sektor pariwisata di Labuan Bajo,dengan itu dalam penyampaian nya juga menyebutkan alasan-alasan penolakan,terhadap rencana pembangunan yang meliputi: 

Pertama, pembangunan sarpras berupa bagunan Geopark di kawasan Loh Buaya ini sudah sangat jelas bertentangan dengan hakikat keberadaan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan konservasi sebagaimana yang telah diamatkan melalui SK Menteri Kehutanan No. 306 tahun 1992 tentang pembentukan Taman Nasional Komodo. Dalam SK ini secara eksplisit ditegaskan bahwa Taman Nasional Komodo adalah kawasan konservasi alami yang utuh dari satwa Komodo dan ekosistem lainnya baik di darat maupun di laut. 

Kedua, model pembangunan Sarpras Geopark dengan cara betonisasi ini sudah sangat jelas akan menghancurkan bentang alam kawasan Loh Buaya. Model pembangunan seperti ini jelas bertentangan dengan model pembangunan dalam kawasan Taman Nasional yang tidak boleh mengubah bentang alam setempat, sebagaimana yang telah ditetapkan melalui Permen LHK P.13/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2020 tentang Pembangunan Sarana dan Prasaranan Wisata Alam di Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 tahun 2010 tentang Penguasahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. 

Ketiga, pembangunan sumor bor sebagai bagian dari Sarpras ini juga akan sangat membawa dampak buruk bagi matinya sumber-sumber air yang selama ini menjadi sumber penghidupan satwa dan tumbuhan yang menghuni kawasan Loh Buaya dan sekitarnya.

Keempat, pembangunan seperti itu sangat mencederai desain besar pembangunan pariwsata serta sangat merugikan kami sebagai para pelaku wisata dan masyarakat Manggarai Barat, sebab berpotensi besar akan merusak pariwisata berbasis alam (nature based tourism) sebagai jualan utama pariwisata Labuan Bajo-Flores di mata dunia internasional. 

Kelima, selain sangat tidak pro lingkungan hidup, kami menolak pembangunan Sarpras ini karena hanya untuk melayani kepentingan investor yang hendak berinvestasi di dalam kawasan Taman Nasional Komodo. Karena itu, bersamaan dengan penolakan Sarpras ini, kami juga menolak penghancuran ruang hidup Komodo oleh invasi bisnis pariwisata seperti PT Sagara Komodo Lestari di Pulau Rinca, PT Wildlife Ecotourism di Pulau Padar dan Komodo, PT Synergindo di Pulau Tatawa, PT Flobamor di Pulau Komodo dan Padar dan alih fungsi Pulau Muang dan Bero. 

FORMAPP juga melalui Aloysius membacakan pernyataan sikap penolakan yang meliputi:

Pertama, kami menuntut pemerintah untuk segera menghentikan rencana pembangunan Sarpras-Geopark di Kawasan Loh Buaya Pulau Rinca. 
Kedua, kami juga menuntut Pemerintah untuk membuka informasi seluas-luasnya terkait dengan pembanguna sarana dan prasarana di Pulau Rinca dengan segera melakukan konsultasi publik terlebih dahulu. 

Ketiga, kami mengutuk keras setiap usaha untuk mengalihfungsikan dan memprivatisasi kawasan Taman Nasional Komodo menjadi kawasan investasi. Karena itu kami mendesak pemerintah untuk mencabut izin PT yang hendak berinvestasi dalam kawasan Taman Nasional Komodo. 
Keempat, kami mendorong pemerintah untuk meningkatkan upaya-upaya konservasi di dalam kawasan Taman Nasional Komodo dan di Flores pada umumnya sebagai bentuk investasi jangka panjang merawat alam yang menjadi magnet pariwisata Flores. 
Kelima, kami mendesak Pemerintah untuk mengedepankan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan konservasi dan pariwisata di NTT.

Ketua DPRD Kab.Manggarai Barat,Edi Endi dalam menanggapi penyampaian Ketua FORMAPP di ruang sidang menyampaikan bahwa,pada tanggal 17 Februari 2020,sudah pernah mengirimkan surat kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,dengan perihal Penolakan Pembangunan Sarpras atau Geopark di Pulau Rinca yang di rencanakan itu .

Dan pada tanggal 21 Februari 2020,lanjut Edi Endi sudah mengirimkan surat yang kedua,dengan perihal yang sama,tetapi lagi-lagi kewenangan berada di Pemerintah Pusat.

" Kami sudah dua kali mengirimkan surat penolakan,tetapi itu semua kewenanganya ada di pemerintah pusat,kalau Negara ini mendelegasikan ke 30 orang di daerah,mungkin hari ini juga kami sudah tanda tangan surat penolakan pembangunan Sarpras atau Geopark di Pulau Rinca .",tegas Edi Endi.

Blasius Janu anggota DPRD Kab.Manggarai Barat yang dari partai Hanura,dengan tegas juga menyampaikan bahwa dirinya menolak pembangunan yang akan dilaksanakan itu

" Di tempat ini saya sampaikan,saya menolak pembangunan Sarpras atau Geopark di Pulau Rinca,dengan catatan demo jangan berhenti,bila perlu semua nelayan tutup akses di sana,dan nanti kita akan kirim perwakilan adik-adik ini dari FORMAPP untuk bersama-sama menyampaikan penolakan ke Pemerintah Pusat di Jakarta",tegas Blasius.

Dalam keputusan sidang,Ketua DPRD Manggarai Barat,Edi Endi menyampaikan pada tanggal 24 Agustus 2020,semua fraksi anggota DPRD MABR beserta utusan dari FORMAPP akan berangkat ke Jakarta untuk menemui Kementrian Lingkungan Hidup,Kementrian Kehutanan dan DPR RI,untuk menyampaikan penolakan.

Karena menurut Edi Endi,tidak ada gunanya kita melakukan demo dan penolakan lainya di Daerah,yang memegang keputusan berada di Pusat.


Wartawan : Alexandro

Seputar Lain

Post Top Ad

Your Ad Spot