Breaking News

Post Top Ad

Your Ad Spot

7/29/2021

INGAT! Jangan Timbun Obat Sebagai Stok

 

Jendelaindonews - Lonjakan pandemi membuat permintaan obat membumbung tinggi. Berbagai obat, vitamin, tablet antiviral, oksigen kemasan, dan tabung oksigen serta produk farmasi yang terkait pengobatan Covid-19 menghilang dari pasaran. “Sejak 1 Juni 2020 kebutuhan obat-obatan mengalami lonjakan 12 kali lipat dari hari biasanya,” ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin 26 Juli 2021.

Ihwal kelangkaan obat ini memang sudah lama dikeluhkan masyarakat. Pada 1 Juni 2021, misalnya, kasus aktif Covid-19 tercatat 101 ribu. Per 25 Juli terkerek angkanya ke 574 ribu kasus positif aktif atau meningkat 5,7 kali lipat hanya dalam delapan minggu. Ditambah panic buying di masyarakat, maka kebutuhan obat kian menjadi-jadi. Sebagian mandek sebagai stok di rumah-rumah warga.

Tindakan yang dilakukan pemerintah adalah memperbesar arus pasokan ke pasar. Kemenkes telah melakukan pembicaraan dengan Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia, dan berkerja sama melakukan tindakan penyediaan obat sesegera mungkin dengan tiga agenda. Yang pertama, mengimpor bahan baku obat dan obat jadi dalam jumlah lebih banyak. Lalu kedua, menambah kapasitas pabrik. Dan ketiga, penataan distribusi.
Proses ini perlu waktu. ‘’Butuh waktu sekitar empat sampai enam minggu agar kapasitas produksi obat dalam negeri kita bisa memenuhi kebutuhan peningkatan obat-obatan sebanyak 12 kali lipat ini,” ujar Menkes. Namun, secara bertahap akan ada tambahan pasokan yang sigifikan mulai awal Agutus 2021.

Menkes Budi Gunadi menjelaskan bahwa di awal Agustus nanti obat-obatan seperti Azythromycin, Oseltamivir, dan Favipiravir akan masuk apotek dalam jumlah yang lebih besar. ‘’Saat ini saja, stok Azythromycin secara nasional mencapai 11,4 juta dan terdapat 20 pabrik lokal yang memproduksi obat tersebut,” Budi gunadi menambahkan.

Untuk Azytromycin, kata Menkes, jumlah kebutuhan akan bisa dipasok dari industri dalam negeri. Hanya saja, hambatan distribusi perlu diterobos. “Jadi sebenarnya kapasitas produksi mencukupi. Memang ada sedikit hambatan di distribusi yang kita sudah bicarakan dan sekarang setiap hari kita berkonsultasi dengan teman-teman di GP Farmasi untuk memastikan agar obat Azythromycin ini bisa masuk ke apotek-apotek,” imbuhnya.
Khusus untuk Favipiravir, saat ini stok obat secara nasional mencapai 6 juta yang tersebar di seluruh Indonesia. Beberapa produsen domestik akan segera meningkatkan produksi Favipiravir, termasuk PT Kimia Farma yang nanti akan mampu memproduksi hingga dua juta obat per hari. Namun, untuk kebutuhan yang mendesak, jalan pintas impor akan dilakukan.

Menurut  Menkes, pihak swasta, PT Dexa Medica, akan mengimpor 15 juta tablet, dan pemerintah sendiri akan mendatangkan 9,2 juta dari beberapa negara pada Agustus. Pasokan Favipiravir akan bertambah dengan adanya sebuah pabrik baru yang rencananya akan memproduksi satu juta Favipiravir setiap harinya mulai Agustus ini.

Favipiravir ini kelak akan mengganti Oseltamivir sebagai obat antivirus. Kalau Azythromycin adalah antibiotik, Favipiravir masuk antivirus. Dengan mengkaji manfaat dan dampaknya, dokter-dokter ahli dari lima profesi di Indonesia menganjurkan pemakaian Fafipiravir untuk hadapi Varian Delta. “Saya harapkan nanti pada Agustus kita sudah punya kapasitas produksi dalam negeri antara 2--4 juta tablet per hari yang bisa memenuhi kebutuhan,” Menkes menambahkan.

Sementara Fafipiramir belum banyak tersedia, Oseltamivir akan digunakan sebagai antiviral. “Stok Oseltamivir kita sampai Agustus ada sekitar 12 juta, dan pelan-pelan secara bertahap digantikan  Favipiravir, dan sementara kita akan pertahankan stoknya,” kata Menkes pula.

Untuk obat-obatan lain yang belum bisa diproduksi dalam negeri seperti Remdesivir, Actemra, dan Gamaras, pemerintah akan membuka keran impornya. Ketiga obat tersebut, tutur Menkes, saat ini termasuk obat yang suplainya terbatas karena seluruh negara membutuhkan.

“Saya sampaikan bahwa rencananya untuk Remdesivir, Juli ini akan datang kita bisa impor 150 ribu dan Agustus kita akan impor 1,2 juta. Kita pun sudah dalam proses membuat Remdesivir di dalam negeri,” kata Menkes Budi Gunadi .

Untuk Actemra, pemerintah akan mendatangkan 1.000 vial pada Juli ini dan akan ditambah 138 ribu vial lagi pada Agustus mendatang. Actemra sempat mengalami lonjakan dari harga normal di bawah Rp10 juta, menjadi hingga ratusan juta. ‘’Gamaras kita akan impor 26 ribu bulan Juli ini dan akan impor lagi 27 ribu pada Agustus,” imbuhnya.

Menkes menjelaskan pula, semua obat-obatan tersebut akan datang datang bertahap untuk menjaga stok obat pada Agustus, dapat berada dalam kondisi lebih baik. Untuk distribusinya, pemerintah bekerja sama dengan GP Farmasi yang akan menyalurkan langsung ke 12 ribu apotek aktif di seluruh Indonesia.

Selain obat-obat yang ada di apotek, Presiden Joko Widodo juga telah menginstruksikan pengadaan obat oleh Kemenkes, untuk masyarakat yang melakukan isolasi mandiri (isoman). Sebanyak dua juta paket obat pun akan didistribusikan kepada pasien isoman. Atas rekomendasi puskesmas, aparatur TNI dikerahkan untuk membagikan obat gratis itu kepada mereka yang membutuhkan.

Jalur lain yang bisa digunakan masyarakat mengakses obat adalah melalui telemedicine (telemedisin). Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah bekerja sama dengan 11 perusahaan telemedisin, yang siap  memberikan jasa konsultasi dokter gratis dan jasa pengiriman obat gratis.“Memang telemedisin ini baru kita luncurkan di seluruh ibu kota provinsi di Jawa dan Bali. Rencananya nanti akan kita perluas ke seluruh Indonesia,” kata Menkes.

Menkes mengimbau masyarakat tidak menyimpan obat-obatan, semacam  Gamaras, Actemra, dan Remdesivir, di rumahnya hanya untuk berjaga-jaga. Ketiga obat tersebut harus mendapatkan resep dokter dan hanya bisa disuntikkan di rumah sakit. Menkes berharap, obat-obatan tersebut hanya diperuntukkan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan.

“Kasihan yang sakit kalau kita sebagai orang sehat ingin menyimpan obat. Bayangkan, kalau 20 juta warga menengah membeli Azythromycin. Obat akan tertarik dari apotek dan disimpan di rumah sebagai stok,” kata Menkes. Padahal, sambung dia, obat-obat ini harusnya dipakai sebagai resep untuk orang yang sakit.
“Jadi kami minta tolong, biarkan obat ini benar-benar dibeli oleh orang yang membutuhkan, bukan dibeli sebagai stok. Kasihan saudara-saudara kita yang membutuhkan,” tandasnya.

Editor : Arief Ferdianto

Seputar Lain

Post Top Ad

Your Ad Spot