Breaking News

Post Top Ad

Your Ad Spot

1/09/2023

Sumedang Berhasil Menekan Angka Stunting, Dari 32,2 Menjadi 8.2%

Sumedang, Jendelaindo - Dalam penanggulangan gangguan tumbuh kembang anak balita atau stunting, capaian Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, layak menjadi model percontohan. Dengan aplikasi digital yang membuat semua balita terpantau perkembangannya, bahkan by name dan by address, gejala stunting dapat terdeteksi secara dini, untuk kemudian dilakukan intervensi.


Gerakan melawan stunting itu dipimpin langsung Bupati Dony Ahmad Munir yang memimpin daerah produsen tahu gurih dan bertekstur lembut itu, sejak 2018. Bila pada 2018 prevalensi stunting di Sumedang masih di level 32,2 persen, maka pada 2022 angkanya turun menjadi 8,2 persen. Sebuah capaian yang mencengangkan.


Tak mengherankan bila Bupati Dony Ahmad Munir diundang ke Istana Presiden. Ia diminta untuk  membagikan pengalamannya di depan rapat terbatas (ratas) kabinet, pada Senin, 2 Januari lalu. Seusai ratas, bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Dirut Telkomsel, pihak yang membantu Pemkab Sumedang mengembangkan aplikasi e-governance, Dony Ahmad memberikan keterangan pers.


‘’Atas keberhasilannya, Presiden Jokowi memerintahkan supaya Pak Bupati Dony Ahmad Munir bisa dikirim keliling Indonesia, ke kantong-kantong stunting, untuk berbagi pengalaman. Bisa juga, mereka yang mau cari tahu bisa datang ke Sumedang dan melihat bagaimana penanganan stunting di sana,’’ kata Menkes Budi Gunadi.


Langkah  penanganan stunting di Sumedang itu berbasis pada  aplikasi Sistem Pencegahan Stunting Terintegrasi (Simpati) yang dikembangkan PT Telkomsel, sebagai bagian dari Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Kabupaten Sumedang. SPBE atau Sistem E-Governance itu sendiri dapat digunakan untuk  berbagai keperluan, mulai dari urusan kependudukan, bantuan sosial, perizinan usaha, dan beberapa lainnya.


‘’Simpati ini adalah salah satu best practice dari Sumedang,’’ kata Dony  Ahmad Munir. Pengguna aplikasi ini terutama ialah para petugas Posyandu di dusun-dusun, para petugas medis Puskesmas, petugas di rumah sakit, serta pejabat dari Dinas Kesehatan dan Bappeda. Supaya sistem itu berjalan, Telkomsel membagikan 1.700 unit smartphone kepada petugas di lapangan dan sekaligus melatih mereka menggunakannya.


’Setiap bulan, para petugas menginput data para balita, tentang berat badan, tinggi, serta lingkar kepala, disertai keterangan khusus pada masing-masing anak,’’ tutur Bupati Sumedang.


Lalu, Simpati akan mengolah data tersebut, dan instrumen artificial intelegent di dalamnya akan memberikan analisis dan rekomendasi. ‘’Biasanya, kendala di satu desa dengan desa yang lain itu berbeda,’’ kata Dony.


Pada akhirnya seluruh persoalan dibahas dan dicarikan cara penanganannya. ‘’Untuk dasar melakukan intervensi,’’ Bupati Sumedang itu menambahkan, intervensi yang dilakukan adalah memberi makanan tambahan, vitamin, lingkungan satinasi dibuat lebih baik, obat bagi yang mengalami sakit, atau bantuan teknis membantu anak-anak yang susah makan. Presiden Joko Widodo, menurut Menkes Budi Gunadi, telah meminta Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy agar menentukan 20, 30, bahkan 50 kabupaten/kota dengan prevalensi stunting yang tinggi, untuk segera mereplikasi sistem Simpati itu ke daerah masing-masing.


‘’Syaratnya memang daerah itu harus sudah menerapkan e-governance dan memiliki sistem pemerintah berbasis elektronik atau SPBE,’’ kata Menkes.


Stunting, ada pula yang menyebut tengkes, adalah keadaan berhentinya pertumbuhan pada anak akibat kekurangan gizi yang kronis. Bayi atau balita yang menyandang stunting itu menunjukkan gejala yang khas, yakni berat dan tinggi badan yang lebih rendah dibanding rata-rata anak normal. Kemudian, ada kecenderungan bayi-bayi stunting memiliki lingkar kepala yang lebih kecil. Selanjutnya, penyandang stunting juga mengalami hambatan dalam pertumbuhan kecerdasannya.


Angka  stunting di Indonesia  tergolong tinggi. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) oleh Litbangkes (2013) menyatakan bahwa prevalensi stunting  secara nasional adalah sebesar 37,2 persen, yang terdiri dari gejala sangat pendek 18 persen dan pendek 19,2 persen. Ada kenaikan dari prevalensi 2010 yang 35,6 persen dan 36,8 persen pada 2007.


Intervensi sudah lama dilakukan pemerintah, antara lain, lewat bantuan sosial tunai langsung dan bersyarat alias conditional cash transfers (CCT), yang digulirkan sejak 2007, sebagai Program Keluarga Harapan (PKH). Syaratnya, keluarga penerima manfaat (KPM) harus punya anak bayi atau ibu hamil. Mula-mula, ada sekitar 500 ribu KPM dan dimekarkan menjadi 2,7 juta KPM di 2014.


Para era Presiden Jokowi, PKH itu diperluas. Bukan hanya menyasar anak balita dan ibu-ibu hamil serta menyusui, melainkan mencakup pula lansia, disabilitas, dan anak sekolah. Cakupannya cepat meningkat menjadi 6 juta pada 2017 dan di 2022 telah menyentuh angka 10 juta. Ibu hamil dan menyusui menerima bantuan Rp3 juta dan anak balita Rp3 juta per tahun. Pembagian bansos ini dilakukan setiap tiga bulan.


Hasil Riskesdas 2019 menunjukkan ada penurunan angka stunting nasional ke level 27,7 persen. Intervensi berlanjut, Kemenkes membagikan 10 ribu unit ultrasonografi (USG) ke seluruh puskesmas. Targetnya, semua ibu hamil dapat  menjalani enam kali pemeriksaan USG selama masa kehamilannya, agar gejala kekurangan nutrisi pada janin bisa dideteksi lebih dini. Petugas pendamping PKH pun diwajibkan mengawal ibu-ibu hamil ke puskesmas.


Kemenkes juga menyediakan vitamin untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan bayinya. Tablet tambah darah (TTD) tersedia meruah di puskesmas, gratis. Perkakas pengukur kadar Hb (Hemoglobin) pun kini telah tersedia di semua puskesmas.


Kemenkes juga menyediakan vitamin untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan bayinya. Tablet tambah darah (TTD) tersedia meruah di puskesmas, gratis. Perkakas pengukur kadar Hb (Hemoglobin) pun kini telah tersedia di semua puskesmas.


Ibu-ibu hamil bisa memeriksakan kadar HB-nya, dan bila rendah bisa minta bantuan ke petugas puskesmas. Ini untuk mengurangi risiko janin tidak tumbuh optimal.


Pada 2021, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Biro Pusat Statistik (BPS), dengan dukungan Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, melakukan Studi Status Gizi Indonesia dengan mengumpulkan data dari 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota dalam 14.889 blok sensus. Sampelnya, 153.228 balita.


Hasilnya, secara nasional angka stunting turun dari 27,7 persen di 2019 menjadi 24,4 persen di 2021. Hampir sebagian besar dari ke-34 provinsi itu menunjukkan penurunan. Tapi, ada lima provinsi yang mengalami kenaikan. Target berikutnya, pada 2024 angka stunting diharapkan bisa turun sampai ke level 14 persen.


Stunting sendiri merupakan gejala yang terjadi di hampir semua negara. Tapi, dengan tingkat yang berbeda. Semakin maju suatu negara, secara umum angka stunting-nya makin rendah. Saat ini angka stunting di Myanmar, misalnya masih di kisaran 35 persen, Vietnam 23 persen, Malaysia 17 persen, Thailand 16 persen, dan Singapura 4 persen.


Kini, Kemenkes dihadapkan pada target mengejar capaian stunting sebesar 14 persen. Tidak mudah. Namun, dengan kepemimpinan daerah yang cekatan seperti di Kabupaten Sumedang, hal yang sulit ternyata bisa dicapai. Kuncinya, kata Menkes Budi, pemimpin daerah itu bisa mengorkestrasi semua pemangku kepentingan dalam satu platform digital dan mengeksekusi keputusan.


Masih ada jutaan ibu-ibu hamil, ibu menyusui, bayi, dan balita yang perlu dibantu. Sumber daya ada di Kemenkes, Kemensos, dan tentu pemprov, pemkab, serta pemkot. Kalau semuanya bekerja bahu- membahu, itu akan menjadi kekuatan besar. Pemkab Sumedang sudah membuktikannya.Red/Indonesia.go.id

Seputar Lain

Post Top Ad

Your Ad Spot